Apa yang Diinginkan Orangtua dari Sebuah Sekolah

Dekade 1990-an terkadang disebut sebagi dekade “kembali ke hal dasar” dalam pendidikan. Pada tahun-tahun tersebut, ada tiga pelajaran pokok yang menjadi titik berat, yaitu Membaca, Menulis, dan Matematika, terutama karena desakan orangtua. Namun, menjelang akhir dekade 1990-an, perubahan mulai mendesak. Beberapa orang percaya peristiwa penembakan yang terjadi di Columbine High School di Littleton, Colorado, pada bulan April 1999 membuat para orangtua dan pendidik lebih mencemaskan keselamatan fisik dan emosi anak-anak mereka di sekolah ketimbang prestasi akademis.
Bersamaan dengan peluncuran buku 7 habits pada tahun 1989, para peneliti di universitas mulai melihat adanya perubahan drastis dalam falsafah tentang keinginan orangtua untuk anak-anak mereka. Perubahan ini terlacak oleh sosiolog University of Michigan, Duane Alwin, yang tengah membandingkan data “modern” dengan data yang dikumpulkan pada tahun 1920-an. Alwin mencatat bahwa pada tahun 1920-an orangtua mengutamakan ketaatan, kepatuhan, rasa hormat pada orang rumah dan agama, serta perilaku sopan sebagai sifat yang mereka inginkan pada anak-anak mereka. Namun, pada awal tahun 1990-an, yang lebih diinginkan para orangtua untuk anak-anak mereka adalah kemampuan berpikir untuk diri sendiri, bertanggung jawab atas kehidupan sendiri, inisiatif, dan toleransi terhadap perbedaan.
Menurut Anda apa yang membuat para orangtua berubah pikiran?
Alwin menyimpulkan bahwa perubahan ekonomi global adalah penyebabnya. “Dunia semakin rumit,” ujarnya. “Orangtua ingin anak-anak mereka tahu bahwa pekerjaan yang bagus mengharuskan kita mampu berpikir sendiri.” Ia menambahkan bahwa para orangtua semakin berpendidikan dan mampu berpikir sendiri, serta menginginkan pemberdayaan yang sama untuk anak-anak mereka.
Hampir dua dekade berlalu sejak Alwin melaporkan temuannya, dan kita kini sudah memasuki abad ke-21. Kebutuhan kaum muda untuk lebih mandiri dan lebih bertanggung jawab kian meningkat. Dan ini sebuah tren global. Malah, tingkat perubahan yang melanda Amerika Utara, Eropa, dan Pasifik Selatan selama beberapa tahun terakhir terbilang sangat lunak bila dibandingkan dengan perubahan yang terjadi di Amerika Tengah dan Selatan, Afrika, Timur Tengah dan Asia. Di Asia, contohnya, di mana beberapa negara mengalami perubahan dalam semalam, dari negara perakit dan pengekspor teknologi menjadi pemakai teknologi – terutama para remaja yang ahli cyber – terjadi transformasi budaya yang luas. Gaji meningkat, jam kerja bertambah, jumlah kaum ibu yang bekerja meningkat, dan pengaruh Barat menguat, termasuk gaya berpakaian, musik, makanan cepat saji, dan cara berpikir baru yang lebih mandiri.
Sebagi reaksi terhadap kecepatan dan luasnya perubahan ini, orangtua dari benua Asia menjadi semakin prihatin terhadap pendidikan anak-anak mereka, terutama dalam empat bidang:
  1. Teknologi: orangtua asal Asia ingin anak-anak mereka lebih fasih menguasai teknologi;
  2. Keterampilan global: orangtua asal Asia menyadari sifat global dunia baru mereka dan menginginkan anak-anak mereka siap menghadapi dunia, termasuk mengetahui cara bekerja dengan orang-orang dari beragam latar belakang;
  3. Keterampilan analitis dan kehidupan: orangtua ingin anak-anak mereka mampu mempelajari pengetahuan selain pengetahuan faktual dengan mempelajari keterampilan analitis, kreatif, dan kerja sama tim;
  4. Nilai Asia: meskipun orangtua asal Asia menginginkan anak-anak mereka cerdik dalam tiga bidang pertama tersebut, mereka tahu bahwa ketiga bidang ini memiliki sisi buruk. Yang membuat mereka panik, misalnya, adalah sisi buruk yang dihadirkan teknologi, seperti kecanduan terhadap permainan online dan pornografi. Mereka khawatir keterampilan global akan menjauhkan anak-anak mereka dari akar asal usul. Namun, yang paling dikhawatirkan para orangtua asal Asia adalah semakin melemahnya adat isitiadat tradisional masyarakat mereka – yang mereka namakan “Nilai Asia” – di tengah ingar bingar dan kerumitan dunia dewasa ini. Ini termasuk nilai-nilai sepeti kejujuran, hormat, dan pertalian keluarga yang erat.
Dunia ini sangat rumit dan senantiasa berubah. Tantangan yang kita hadapi hari ini bukan tantangan yang sama dengan yang dihadapi kaum muda esok. Jadi, kami merasa cara terbaik untuk mengikat siswa kami adalah dengan mengajarkan prinsip yang tak mengenal batas waktu. - Mr. Francis Foo, Kepala Sekolah
Chua Chu Kang Primary School, Singapura
Mari bergabung bersama WONDER KIDS! Di Wonder Kids, anak-anak bukan hanya diajarkan untuk bersaing mendapatkan nilai yang tinggi saja, namun juga diajarkan kemampuan teknis untuk bersaing di era globalisasi, keterampilan kepemimpian, menjadi pribadi yang bertanggung jawab, berempati, menentukan prioritas, mengatasi konflik sesama teman, dan membuat rencana. Semua keterampilan ini merupakan keterampilan yang paling mendasar guna bisa bersaing di era globalisasi ini.
Wonder Kids merupakan lembaga pendidikan Playgroup berbasis Mandarin pertama di kota Pontianak. Di Wonder Kids semua kegiatan anak mulai dari bermain sampai belajar, semuanya disampaikan dalam bahasa Mandarin sehingga anak-anak akan menjadi terbiasa dalam pergaulan berbasaha Mandarin dan menjadi fasih berbahasa Mandarin yang kini semakin terasa pentingnya dalam era persaingan ekonomi global.
Ayo tunggu apa lagi? Kita hanya mempunyai satu kesempatan dalam mempersiapkan siswa untuk masa depan yang tak bisa diprediksi oleh siapapun dari kita. Apa yang akan kita lakukan dengan satu kesempatan ini? Segera daftarkan anak-anak kesayangan Anda bersama kami di Wonder Kids. Kesempatan coba GRATIS sampai anak Anda merasa cocok di tempat kami.
WONDER KIDS Jl. Jend. Urip Gg. Kutilang No. 10 Pontianak – Kalimantan Barat. Telp. 0561 – 7047138 Email: info@mandarincentre.net

0 comments:

Post a Comment