Welcome to Mandarin Centre

Selamat datang di lembaga pendidikan berskala nasional Mandarin Centre, kami akan mewujudkan impian Anda untuk lancar berbahasa Mandarin.

Mandarin Centre Pontianak

Mandarin Centre segera hadir kembali untuk Anda di kota Pontianak: Jalan Gajahmada 7 no.76

Mandarin 60 hari

Mandarin Centre menawarkan paket pembelajaran intensif selama 60 hari untuk menguasai percakapan bahasa Mandarin. DIJAMIN!!!

Program Mandarin Centre

Mandarin Centre melayani berbagai kelas dan paket belajar Mandarin seperti TK, SD, SMP, SMU, Mahasiswa ataupun Eksekutif Business. Selain itu Mandarin Centre juga melayani penerjemahan lisan dan tulisan.

Belajar GRATIS

Mandarin Centre memungkinkan Anda untuk belajar GRATIS TANPA SYARAT. Tertarik???

Showing posts with label ACFTA. Show all posts
Showing posts with label ACFTA. Show all posts

Serbuan Produk China...

image
Pedagang sejumlah produk asal China menunggu kedatangan pelanggan di lapaknya di bawah Jembatan Layang Asemka, Jakarta Barat. Konsumen banyak yang mencari barang-barang asal China karena harganya relatif terjangkau. 
KOMPAS.com — Makin hari, Sutopo, juragan seni ukir dari Desa Senenan, Jepara, Jawa Tengah, makin sulit mencari kader perajin. Padahal, boleh dikata, keunggulan mebel Jepara dibanding mebel dari negara lain di pasar internasional hanyalah ukirannya.
Ukiran Jepara yang terkenal itu adalah buah kerja tangan-tangan terampil warga setempat, yang mencungkil dan memahat kayu. Desainnya juga dari kreativitas perajin Jepara.
Namun, ketika pekan lalu Kompas menyambangi Desa Senenan, sebuah pertanyaan menyeruak hadir, sampai kapan seni ukir Desa Senenan bertahan?
Sebenarnya di Jepara, ada yang berpendapat seni ukir yang mulai dikenal sejak era Majapahit ini tak mungkin dilibas karena hanya orang Jepara yang bisa mengukir. Namun benarkah demikian?
Sebuah pameran di China, beberapa bulan silam, menampilkan mesin ukir yang boleh jadi akan menggetarkan perajin ukir Jepara. Mesin tersebut bisa mengukir tanpa menggores kayu terlampau dalam, lantas mengamplas media kayu. Kerja menjadi lebih efisien dan hemat biaya pegawai.
Seharusnya perajin Jepara mulai deg-degan. Kemajuan teknologi nyaris mustahil dikendalikan. Bagaimana nasib ribuan perajin dari Jepara, Bali, dan Asmat bila sebuah pabrik di China dapat memproduksi patung atau relief dalam waktu sehari-semalam?
Jangan pula mencibir tekstil ”batik” China yang diproduksi massal oleh mesin batik cetak! Bila hari ini mesin itu baru mencetak ”batik” murahan, bagaimana bila nantinya mampu merekayasa kain baru jadi kain lawasan?
Simak pula kedahsyatan mebel ”rotan plastik” China yang menggempur mebel rotan Cirebon. Dengan bahan plastik, China memproduksi mebel yang kuat, mudah dibersihkan, tetapi tetap mirip rotan.
Akhirnya, malah industri rotan di Cirebon yang ikut-ikutan membuat mebel rotan dari plastik, mengingkari keunggulan daya saing dengan berlimpahnya rotan alam Kalimantan dan Sulawesi.
Soal teknologi, jujur saja kita kalah. Jangankan cuma mesin tekstil. Tiap bulan, China merakit dua pesawat Airbus A320. Jadi, waspadai produk ”canggih” dari revolusi permesinan di China, yang tinggal menghitung hari!
Sayangnya, belum banyak yang dikerjakan untuk memenangi pertempuran di era liberalisasi ini. Infrastruktur kita, misalnya, masih buruk.
Lantas, ketika mungkin tinggal desain dan kreativitaslah yang nanti dijual, ternyata kita gagap menjaganya.
Di China, hanya butuh 20 hari untuk mendapat sertifikat hak kekayaan intelektual, sedangkan di Indonesia butuh 18 bulan. Bayangkan itu! Tak mengherankan, suatu ketika ukiran khas Jepara, yakni yuyu (kepiting), dipermasalahkan China karena dianggap menjiplak. Konyol!
Omong punya omong, apa lagi sih senjata pamungkas republik ini untuk memenangi persaingan dalam era liberalisasi ini? (HARYO DAMARDONO/STEFANUS OSA)

Di China, Investor seperti Dewa

image
KOMPAS.com - ”Di sini ada dua yang ditakuti, yaitu polisi dan investor asing. Persoalannya, warga takut sama polisi. Sementara jika warga ada masalah dengan investor asing, warga memilih mengalah karena merasa polisi pasti akan membela pengusaha,” kata Iskandar Tanuwidjaya, Direktur Utama Great Orient Chemical (Tai Cang) Co Ltd di Shanghai.
Iskandar adalah warga Indonesia yang sudah 11 tahun bekerja di China. Ini adalah kisah serupa yang juga pernah diutarakan seorang investor asal Taiwan saat Kompas berkunjung ke China tahun 2004. Pernyataan positif para pengusaha tak kunjung berhenti.
”Itu benar, sepanjang Anda bisa membawa keberuntungan dan jangan terlibat politik, China adalah lahan investasi menarik. Mereka melayani dengan baik,” kata Kepala Perwakilan Garuda di China Pikri Ilham K, yang sudah sembilan tahun bertugas di sana.
George Gozalie, Manajer Pembelian dari Dephaner, importir sarang burung walet dari Indonesia juga sependapat. ”Saya punya kenalan pengusaha asing di sini yang ditipu sebesar Rp 70 juta. Saat berurusan dengan polisi, si penipu langsung dikenai tindakan,” kata George, yang juga sudah lama tinggal di China. Ia juga tengah belajar di sebuah universitas di Chongqing.
Iskandar bertutur, terutama di awal-awal reformasi, para pejabat pemerintah daerah (pemda) seperti berebutan mendekati pengusaha. ”Intinya, yang ada di pikiran pemda lokal, bagaimana agar aktivitas perekonomian di daerahnya berkembang,” kata Iskandar, yang pernah ditunjuk langsung oleh seorang wali kota untuk memimpin sebuah organisasi bisnis.
Bukan itu saja, pemda-pemda di China, yang memang berpacu untuk saling memajukan daerahnya, sudah siap dengan program-program pembangunan daerah yang akan ditawarkan sebelum bertemu dengan pengusaha. Pemda di China, misalnya, sudah mendirikan beberapa lokasi industri sesuai dengan kategori sektor industri. Para pengusaha tinggal memilih. ”Mereka siap dengan program dan konsep pembangunan daerahnya. Bahkan, ada kasus, sebuah pagar bagi perusahaan sengaja dibangun pemda setempat,” ujar Iskandar.
Dasar pemikiran pejabat pemda di China, jika kegiatan perekonomian daerah berkembang, pemerintah akan mendapatkan pajak. Bisnis yang dijalankan investor asing akan melahirkan serangkaian kegiatan ekonomi lainnya. Jika investor hadir, akan lahir industri perhotelan, hiburan, makanan, transportasi, dan kegiatan ekonomi lainnya.
Kedatangan investor asing juga menjadi kriteria utama bagi kenaikan pangkat para pejabat di China. Tidak heran jika seorang pejabat bisa menjemput langsung tamu asing di bandara.
”Anak emas”
Kini, China sedang mendorong kedatangan investor berteknologi tinggi, teknologi ramah lingkungan, teknologi informasi, pendorong inovasi. ”Perusahaan saya tergolong sebagai perusahaan berbasis teknologi tinggi, dan saya mendapatkan fasilitas pembebasan pajak,” kata Frederic Montier, Manajer Umum Bull Information Systems, sebuah perusahaan teknologi informasi asal Perancis.
”Saat mendapatkan pembebasan pajak itu, saya tidak perlu mengisi berbagai formulir dan mendatangi kantor perpajakan. Pengembalian pajak yang dibebaskan itu akan otomatis masuk ke rekening perusahaan tepat pada waktunya,” kata Montier.
Investor kategori ini memang menjadi anak emas. Namun, perusahaan asing yang bisa memahami cara bergaul dan paham dengan guangxi (perkawanan) tetap mendapatkan layanan yang mirip dengan penumpang kelas satu maskapai penerbangan.
Jack Leblanc, eksekutif asal Belgia, sudah 22 tahun tinggal di China. Ia sependapat dengan semua itu. Namun, ia mengingatkan, ada juga kasus di mana pengusaha asing tertipu. ”Hal yang paling tidak saya sukai dari peliputan media, mereka menulis keadaan yang baik-baik saja. Saya tidak membantah, tetapi jangan lupa, ada juga kasus negatif,” kata Leblanc, yang menulis buku berjudul Business Republic of China: Tales from the Front Line of China’s New Revolution.
Leblanc mengingatkan, ada sejumlah pengusaha yang menjalankan bisnis mirip aksi petualangan dan tak sedikit yang rugi, bahkan tertipu. Leblanc mengingatkan bahwa para investor harus tahu kiat-kiat bisnis agar tidak mengalami hal itu.
Meski demikian, data investasi China menunjukkan arus investasi asing yang masuk ke China sudah mencapai 100 miliar dollar AS pada tahun 2010. Ini adalah rekor yang tidak pernah dicapai negara berkembang lain.
Ekonom dari Universitas Zhejiang, Dr Yan Jianmao, di Hangzhou menegaskan, kemajuan ekonomi China memang terutama didorong oleh keberadaan investor asing. Bagi kalangan di China, melayani asing adalah standar. Bagi mereka, asing membawa manfaat ekonomi dan selayaknya dilayani.

Perdagangan Indonesia-China

image KOMPAS.com - Sejak disepakatinya perdagangan bebas ASEAN-China (ACFTA) dimulai tanggal 1 Januari 2010, produk jadi dari China membanjiri pasar domestik. Kawasan perdagangan baru mulai bermunculan dan kawasan perdagangan lama juga ikut ramai. Organisasi Perdagangan Dunia mengatakan, setidaknya sekitar 400 kawasan perdagangan beroperasi pada tahun 2010. Hal ini menjadikan langkah awal menuju perdagangan global liberalisasi yang luas.
Selain itu, China yang memiliki penduduk sekitar 1,4 miliar jiwa dan daerah yang sangat luas menjadi daya tarik tersendiri bagi kalangan industri dan perdagangan. China seolah menjadi harapan besar untuk mendongkrak omzet perdagangan industri.
Setelah satu tahun disepakatinya perdagangan bebas ACFTA ini, neraca perdagangan Indonesia-China menunjukkan nilai surplus bagi China. Namun begitu, Indonesia masih mempunyai peluang untuk surplus asalkan ada upaya-upaya nyata dari pemerintah untuk mendongkrak ekspor barang jadi ke China.
Duta Besar Republik Indonesia untuk China Imron Cotan mengatakan, walaupun Indonesia mengalami defisit, tapi peluang untuk surplus masih ada, mengingat pasar di China sangat besar. ”Selama ini ekspor yang kita lakukan ke China masih berupa energi dan minyak serta bahan baku. Belum banyak produk yang kita bisa ekspor ke China, terutama hasil perkebunan dan buah-buahan, karena mereka miskin akan sumber daya alam,” kata Imron di Beijing, Kamis (13/1/2011).
Hingga akhir 2010, tercatat neraca perdagangan Indonesia-China berada dalam posisi 49,2 miliar dollar AS dan 52 miliar dollar AS. Artinya, barang Indonesia yang diekspor ke China nilainya 49,2 miliar dollar AS, sedangkan barang China yang diekspor ke Indonesia nilainya 52 miliar dollar AS. Neraca perdagangan Indonesia defisit sekitar 2,8 miliar dollar AS. Namun, Imron menambahkan, neraca ini berdasarkan catatan China.
Sedangkan menurut catatan Indonesia, defisit yang dialami Indonesia sebenarnya sekitar 5 miliar-7 miliar dollar AS. ”Perhitungan di Indonesia hanya mencatat FOB, harga barang saja. Sedangkan China juga menghitung ongkos kirim dan asuransi. Tidak ada yang salah dengan perhitungan ini karena kita hanya menjual barang tanpa mau mengurus ongkos kirim hingga barang selamat sampai di tempat. China mendapatkan keuntungan lebih dari ongkos kirim ini,” papar Imron.
Imron menjelaskan, ketika ACFTA ini belum dijalankan, posisi neraca perdagangan Indonesia-China adalah surplus untuk Indonesia. Namun, nilai transaksinya masih sangat kecil. Pada 2009, impor China dari Indonesia sebesar 17,1 miliar dollar AS, sedangkan impor Indonesia dari China sebesar 13 miliar dollar AS. Jika dilihat dari nilai, setelah ACFTA nilai transaksi justru melambung secara signifikan.
Walaupun secara keseluruhan neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit, tetapi di empat provinsi yang menjadi pusat perdagangan, neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus. Keempat provinsi itu adalah Guangdong, Fujian, Guangxi, dan Hainan. Konsul Jenderal Republik Indonesia untuk China Edi Yusuf mengatakan, nilai neraca perdagangan Indonesia dengan keempat provinsi China itu pada 2010 mengalami peningkatan yang cukup tajam.
Jika pada tahun 2009 nilai ekspor China (empat provinsi) ke Indonesia mencapai 3,36 miliar dollar AS, pada tahun 2010 meningkat menjadi 6,13 miliar dollar AS. Sementara untuk nilai impor China dari Indonesia pada tahun 2009 mencapai 4,3 miliar dollar AS, dan pada tahun 2010 mencapai 6,86 miliar dollar AS.
Barang-barang yang diimpor dari China sebagian besar berupa perkakas listrik, mesin, produk besi baja, tekstil, keramik, plastik, makanan olahan, garmen, kerajinan tangan, pupuk, aluminium, produk makanan dan minuman, serta produk laut.
Sedangkan produk yang ekspor dari Indonesia ke China adalah minyak bumi, mesin listrik, minyak makan, kertas, kayu, karet, bijih besi, dan tin.
”Potensi investasi yang bisa dikembangkan oleh Indonesia adalah pembangunan infrastruktur, manufaktur bahan baku industri unggulan, pengolahan sumber daya alam, dan sebagainya,” kata Edi.
Sedangkan Duta Besar Imron mengatakan, potensi Indonesia masih besar karena banyak produk Indonesia yang masuk ke China lewat negara lain, misalnya manggis. ”Produk terbesar manggis ada di Indonesia. Tetapi, mengapa China mengimpor manggis dari negara lain. Itu manggis Indonesia,” kata Imron.
Potensi lain yang menjanjikan adalah kopi. Saat ini kopi baru dikenal di China. Sebelumnya mereka tidak mengenal kopi. Tetapi karena di China banyak orang asing, dan banyak orang China yang pernah tinggal dan sekolah di luar negeri, maka budaya minum kopi makin lama makin dikenal di China. Kebutuhan akan kopi pun mulai meningkat. Apalagi kini mulai banyak ditemui kedai-kedai kopi dengan sasaran remaja dan profesional muda. (ARN)

RI Tidak Perlu Takut Mencontoh China

image ”Belajarlah hingga ke negeri China.” Ungkapan ini sudah lama diketahui masyarakat. Namun, sebagian kalangan di Indonesia juga masih melihat China sebagai negara sosialis komunis yang kaku dan kurang bersahabat. Padahal, sekarang China sudah berubah dan pembangunan ekonominya maju pesat.
Perubahan cara berpikir masyarakat China setelah transformasi ekonomi yang dilakukan Deng Xiao Ping tahun 1978 merupakan tahapan penting dari keberhasilan ekonomi China sekarang.
Perubahan pola pikir masyarakat China yang penting di antaranya adalah ”menjadi kaya merupakan hak kaum sosialis dan kemiskinan bukan bagian dari sosialisme”.
Oleh karena itu, tahun 1980, saat China mengembangkan wilayah Shenzhen sebagai Kawasan Ekonomi Khusus, poster- poster untuk memotivasi masyarakat sekaligus mengubah cara berpikir mereka disebar di mana-mana yang berbunyi: Time is Money, Efficiency is Life.
Sama seperti di Indonesia, China pun sebelumnya memiliki penyakit kronis, yakni praktik korupsi. Namun, hal itu secara perlahan bisa diatasi dengan memberikan shock therapy melalui penerapan hukuman mati bagi koruptor berat.
”Cara lain yang ditempuh China, menempatkan para pejabat pemerintah yang sudah gaek dan berpotensi melakukan korupsi ke posisi yang ’mulia’, tetapi tidak strategis. Posisinya, kemudian digantikan oleh orang-orang muda yang energik dan inovatif,” kata Prof Xue Weng dari Tshinghua University di Beijing.
Sejak reformasi ekonomi tahun 1997, China mengalami kemajuan pesat. Dari negara yang relatif miskin, China mampu menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata dua digit per tahun dan terpesat di dunia. Selain menjadi eksportir terbesar, China juga menjadi raksasa ekonomi terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat dengan total produk domestik bruto (PDB) nominal 5,7 triliun dollar AS sampai Oktober 2010.
China juga memiliki cadangan devisa terbesar di dunia, yakni 2,65 triliun dollar AS atau sekitar 30 persen dari total cadangan devisa dunia. Padahal, tahun 2007, cadangan devisanya masih 1,53 triliun dollar AS.
Industrialisasi di China telah berhasil mengentaskan orang miskin secara signifikan, sementara pendapatan per kapita rata-rata penduduk China saat ini 3.800 dollar AS dengan jumlah penduduk 1,3 miliar jiwa.
Sedangkan pendapatan per kapita rata-rata penduduk Indonesia saat ini 3.000 dollar AS dengan jumlah penduduk 238 juta jiwa, sementara cadangan devisa 91,8 miliar dollar AS.
”Sebenarnya kalau pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa lebih cepat lagi, pendapatan per kapita penduduk kita bisa lebih besar,” kata Ketua Komite Ekonomi Nasional (KEN) Chairul Tanjung ketika berkunjung ke Beijing, China, 12-15 Desember 2010.
Proses modernisasi di China terus berlangsung hingga saat ini, bahkan ketika sebagian besar negara di dunia dilanda krisis keuangan global pada tahun 2008-2009, pertumbuhan ekonomi China tercatat paling tinggi, yakni 8,7 persen.
Saat ini pertumbuhan ekonomi China sudah mencapai 11 persen. Selama 17 tahun terakhir, China merupakan negara penerima investasi asing langsung (FDI) terbesar di dunia.
Tahun 2009, jumlah FDI di China 96 miliar dollar AS. FDI dimaksimalkan pemanfaatannya untuk menopang strategi pengembangan masing-masing wilayah provinsi/daerah khusus dengan penekanan pada produksi dan ekspor, dimulai dari pesisir pantai timur, dan secara bertahap menjangkau wilayah tengah dan barat yang secara ekonomi masih tertinggal.
Kunci keberhasilan pembangunan ekonomi China paling tidak karena tiga aspek. Pertama, visi dan perencanaan pembangunan jangka panjang yang solid melalui program Rencana Pembangunan Lima Tahun yang berkesinambungan.
Kedua, strategi pengembangan pengetahuan dasar. Ketiga, kemajuan ekonomi China antara lain karena ditopang birokrasi yang kuat dan efektif yang dimotori Partai Komunis China (PKC).
Selain itu, produktivitas sumber daya manusia di China sangat tinggi yang berakar pada nilai-nilai utama bangsa China yang menekankan pada ketekunan, kerajinan, hemat, inovatif, disiplin yang tinggi, serta peran warga negara asing keturunan China (huakio). Hal itu semua menjadi faktor pendukung yang sangat positif majunya pembangunan China.
”Tiga kunci pembangunan itu bisa dimiliki dan diterapkan setiap negara tanpa membedakan sistem politik dan pemerintahannya,” kata Wang Huisheng, Chairman of State Development and Investment Corporation, lembaga yang mengelola perusahaan BUMN di China.
Sistem politik dan Pemerintah China lebih mengedepankan state capitalism ketimbang market capitalism yang dilandasi secara kuat oleh semangat pragmatisme dalam mewujudkan tujuan pembangunannya.
Sedangkan negara atau pemerintah serta PKC sangat dominan dalam pengembangan, pengalokasian, serta pengelolaan sumber-sumber alam dan keuangan dalam kegiatan perekonomian nasional ataupun internasional. BUMN China merupakan tulang punggung berbagai aktivitas ekonomi tersebut.
Di Indonesia, sistem ekonomi yang dianut adalah sistem ekonomi Pancasila, tetapi praktik riil aktivitas ekonomi lebih liberal dibandingkan China karena di Indonesia pasar bebas dibiarkan bergerak secara liar.
Di China, produk komoditas utama tetap diproteksi negara meskipun ada tuntutan agar patuh pada ketentuan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Hal yang sama juga dilakukan beberapa negara besar lainnya, seperti di antaranya Jepang.
China terapkan Repelita
Sejak tahun 1953-1957, China telah merumuskan strategi pembangunan lima tahunan. Pola pembangunan seperti itu pernah diterapkan Indonesia ketika pemerintah dikendalikan rezim Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto.
Di China, strategi pembangunan selalu dibahas, dievaluasi, dan diperkokoh setiap tahun dalam Kongres Nasional Partai Komunis dengan memerhatikan dinamika dan tantangan perkembangan domestik dan dunia.
Tahun 2010, merupakan akhir dari pelaksanaan Repelita ke-11 China. Repelita itu dijalankan dengan tetap bertumpu dan diarahkan pada pencapaian visi dan tujuan pembangunan tahun 2050 di mana China sudah harus menjadi negara maju.
Perencanaan pembangunan nasional China tak bisa dilepaskan dari peran Komisi Nasional Pembangunan dan Reformasi (National Development and Reform Commission/NDRC).
NDRC adalah lembaga superministry yang diberi kewenangan menjabarkan visi, misi, dan kebijakan PKC ke dalam perencanaan pembangunan nasional sekaligus memberikan petunjuk/arah bagi berbagai program dan strategi pembangunan ekonomi China, baik jangka pendek, menengah, maupun panjang.
Perencanaan dan program kementerian-kementerian lain serta pemerintah daerah harus mengacu pada perencanaan NDRC tersebut.
Hal tersebut juga ditopang kebijakan penempatan para pejabat PKC (komisaris) di beberapa jenjang manajemen, baik di lingkungan pemerintah pusat maupun daerah, BUMN, ataupun universitas pemerintah. Hal itu dilakukan untuk menjamin dan mengawasi visi dan program pembangunan nasional agar tidak menyimpang dari garis grand strategy nasional.
Pola tersebut agak mirip dengan yang dilakukan Soeharto saat berkuasa selama 32 tahun. Ketika itu, jaringan dan hubungan tiga jalur antara ABRI, birokrasi, dan Golkar (ABG) sangat kuat sehingga pelaksanaan pembangunan yang tecermin dalam Repelita bisa dikontrol.
Waktu itu banyak di antara petinggi ABRI yang ditempatkan sebagai inspektur jenderal atau komisaris di sejumlah departemen dan BUMN.
Upaya KEN yang jauh-jauh datang ke China dalam rangka penyusunan masterplan ekonomi Indonesia akan menjadi sia-sia jika tidak mendapat dukungan dari semua pemangku kepentingan di Indonesia.
Sekarang saatnya semua kalangan di pemerintah, para politisi di DPR, para pengusaha, serta para tokoh masyarakat bersatu padu mendorong percepatan pembangunan ekonomi di Indonesia. Kalau kita masih saling curiga, apalagi saling menjatuhkan, momentum pertumbuhan ekonomi akan lepas begitu saja.
Sumber: Kompas.com

China, Ketakutan Baru Sekaligus Harapan

image
 KOMPAS.com - China akan menjadi eksportir terbesar dan menduduki posisi nomor satu di segala sektor kehidupan, mulai dari internet, perdagangan, keuangan, dan sebagainya, menggeser Amerika Serikat. Sebagai kekuatan ekonomi kedua dunia dengan cadangan devisa masif, China adalah ketakutan baru sekaligus harapan dalam konteks globalisasi.
Di luar urusan ekonomi, perdagangan, dan keuangan, China sudah mulai menunjukkan sebagai kekuatan politik penting karena berbagai alasan. Di antaranya termasuk ukuran populasi dan geografis, klaim teritorial di Laut China Selatan, hubungan militer dengan AS, dan sebagainya.
Pada usianya yang ke-61 tahun tanggal 1 Oktober ini, negara asas sosialisme berkarakteristik China dengan sistem totaliter satu partai, menjadikan negara Asia terbesar ini sebagai pemain politik luar negeri signifikan di berbagai belahan dunia (termasuk posisinya sebagai anggota tetap DK PBB).
Selama hampir tiga dekade pertumbuhannya, banyak pengamat dan politisi melihat sistem totaliter yang dianutnya menjadi benih menyuburkan kehancurannya sendiri. Reformasi dan modernisasi selama hampir 32 tahun sejak dicanangkan, banyak persoalan bermunculan yang diproyeksikan sebagai harga yang harus dibayar.
Konflik kota-desa, persoalan korupsi, sistem perbankan yang tidak kompatibel dengan sistem keuangan dunia, desakan dan pertikaian perdagangan, masalah lingkungan akibat pertumbuhan ekonomi masif di seluruh daratan China, serta ketergantungan sistem perdagangan dan keuangan dengan AS adalah faktor-faktor penghambat yang dikhawatirkan banyak pihak.
Banyak skenario digelar melihat ketahanan China menjalankan pertumbuhan ekonomi yang tinggi selama dua dekade terakhir ini. Dengan cadangan devisa hampir 2,5 triliun dollar AS, dan jadi incaran sejumlah negara untuk melakukan apresiasi mata uang yang dituduh tak adil memberikan subsidi ekspornya, China memiliki segalanya melakukan perlawanan termasuk menerapkan beggar thy neighbour policy, terutama di bidang perdagangan. Demokrasi vertikal
Mungkin John Naisbitt dan istrinya, Doris, benar, ada perubahan drastis dan fundamental dalam 30 tahun reformasi China. Dalam buku terbaru mereka, China’s Megatrends: The 8 Pillars of a New Society (Harper Collins, 2010), Naisbitt menyebutkan perubahan China tak hanya fundamental, tetapi membangun sebuah model ekonomi dan masyarakat baru.
Menurut dia, China menjalankan apa yang disebutnya demokrasi vertikal, mengubah berbagai peraturan perdagangan dunia dan menjadi tantangan demokrasi Barat sebagai satu-satunya bentuk pemerintahan politik yang diakui globalisasi.
Banyak skenario dikembangkan melihat arah perkembangan dan kemajuan yang ingin dicapai RRC. Masih banyak yang percaya, sistem sentralisasi politik yang dikuasai Partai Komunis China akan rontok dan beralih secara perlahan menuju model demokrasi yang bisa diakui seperti pada sistem politik negara-negara Barat.
Desakan yang paling terasa untuk bisa memaksa China sekarang ini setidaknya mengakui dan mengikuti norma dan nuansa global yang dianut sejumlah negara adalah memaksa negara dengan penduduk sekitar 1,5 miliar orang ini untuk membuka pintu bagi perusahaan asing beroperasi di daratan China memiliki kesetaraan dengan perusahaan lokal dan memaksa diberlakukannya undang-undang kekayaan hak intelektual.
China kini memiliki sekitar 750 juta pekerja. Dari jumlah itu, 375 juta orang bekerja di perusahaan-perusahaan milik negara. Angka ini cukup menggambarkan kontrol Pemerintah RRC atas pekerjaan masih sangat signifikan. Persoalan lapangan pekerjaan menjadi serius, China dipastikan melakukan relokasi pekerjanya di negara-negara Afrika atau Timur Tengah dalam beberapa tahun mendatang. Fenomena China
Pilihan skenario lain, China akan tumbuh bersamaan kecepatan seimbang secara ekonomi dan politik seperti negara-negara Asia lain yang jadi pesaingnya, seperti Jepang, Korsel, ASEAN, atau India. Skenario ini mengisyaratkan terjadinya kompetisi sumber daya dan pasar, atau munculnya berbagai pakta ekonomi perdagangan regional, memaksa AS dan Eropa atau negara-negara Benua Amerika meningkatkan kerja samanya.
Apa pun yang terjadi pada skenario jenis ini, menjadikan globalisasi atau pergerakan bebas barang, jasa, dan orang menghadapi berbagai ancaman persoalan. Akan muncul kawasan-kawasan ekonomi perdagangan yang terkotak-kotak dalam lingkungan kawasan saja.
Skenario lain, China tetap tumbuh pesat, melakukan tekanan (atau mengakomodasi secara damai) keresahan dalam negeri dan menjadikan RRC sebagai adidaya dominan. Skenario ini membuat China berhenti membeli utang AS, ekonomi AS rontok, dan mata uang yuan menjadi uang favorit menggantikan dollar AS atau euro.
Apa pun skenarionya, pertumbuhan tinggi atau kegagalan karena situasi internasional dan keresahan dalam negeri, banyak korban negara disebabkan fenomena China modern ini. Ini setidaknya teori yang berkembang di berbagai meja lembaga riset, seminar internasional, atau berbagai buku yang membahas fenomena pertumbuhan China.
Baik Beijing maupun Washington saling membutuhkan, karena interdependensi ekonomi yang kuat di antara keduanya. Para pemimpin kedua negara tidak ingin masuk ke dalam situasi kegagalan sistem globalisasi baik karena kebijakan dalam negeri maupun lingkungan internasional, yang menyeret masing- masing negara.
China harus menggeser fokus ekonomi berbasis manufaktur yang mengopi rancang desain dan mengembangkan inovasi yang menjadi kekuatan inti negara-negara Barat. Apakah memang memungkinkan untuk melakukan pergeseran budaya yang dipimpin inovasi dan kewiraswastaan tanpa kebebasan politik secara penuh?
Menjadi sangat krusial bagi China untuk bisa membangun ekonomi berbasis pengetahuan sebagai kekuatan paradigma ekonomi baru pada era globalisasi sekarang ini. Dan China yang semakin kuat dan kaya harus mencari terobosan baru bagaimana melakukannya tanpa membebaskan aliran pengetahuan itu sendiri.

Strategi Bisnis Pasar China

image KOMPAS.com — Ketakutan utama pascaimplementasi Perjanjian Perdagangan Bebas antara ASEAN dan China atau ACFTA adalah semakin membanjirnya barang China ke Indonesia. Hampir semua mata dunia sesungguhnya menyaksikan, bahkan tanpa diberlakukan ACFTA, produk China sudah tersebar sampai pelosok pedesaan.
Satu negara dengan negara lainnya sudah terhubung dengan garis-garis penghubung, misalnya ASEAN-China. Bisa dibayangkan, apabila Indonesia menolak ACFTA, Indonesia juga akan kehilangan garis penghubung dengan ASEAN.
Bayangkan lagi, kekalahan Indonesia yang ”menyerah” sebelum bertanding tentu akan menjadi peluang bagi negara lain menyerbu China sebagai pasar potensial. Di depan mata negara-negara di ASEAN, penduduk China yang mencapai 1,3 miliar jiwa merupakan pasar menggiurkan.
Bukan hanya terhadap China, produk Indonesia yang akan masuk ke ASEAN pun akan tidak kompetitif karena bea masuk produk Indonesia ke negara-negara itu akan diberlakukan tarif normal yang jauh lebih tinggi atau masuk kategori most favoured nation (MFN). Sebuah pilihan berat, tetapi harus dihadapi.
Pascaperundingan ACFTA, penandatanganan kesepakatan ACFTA pun ditandatangani pada November 2004. Sejak saat itu, pengenaan tarif bea masuk untuk produk-produk yang disepakati mulai setuju dikurangi. Puncaknya, 1 Januari 2010, bea masuk sejumlah produk ditetapkan menjadi nol persen.
Industri seakan kebakaran jenggot. Sepuluh tahun ACFTA dirintis, China langsung memperkuat kepemimpinan pemerintahannya meski berada di dalam ingar bingar perpolitikannya. Bukan sekadar sosialisasi, tetapi mereka juga menyusun dan mengimplementasikan serta mengawal roadmap industrinya.
”Sebaliknya, kita malah seperti kebakaran jenggot. Ini terjadi karena pemerintah dan sektor bisnis tidak ada kekuatan untuk bersatu,” kata Chief Executive Officer (CEO) Grup Garudafood Sudhamek AWS di Jakarta, akhir Maret lalu. Daya tahan ekspor
Di tengah berjalannya 60 tahun hubungan diplomasi Indonesia dan China, neraca perdagangan dalam 10 tahun terakhir ini memang menjadi perhatian utama. Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, selama tahun 1999-2007 Indonesia mencatat surplus perdagangan dengan China, tetapi tahun 2008-2009 (Januari-Oktober) mengalami defisit.
Ekspor Indonesia ke China cenderung meningkat hingga tahun 2008, tetapi krisis yang mengguncang menyebabkan daya tahan ekspor kita melemah. Sementara impor dari China ke Indonesia tak tergoyahkan, bahkan cenderung meningkat.
Wakil Menteri Perdagangan Mahendra Siregar memandang, peningkatan impor China ini tidak bisa serta-merta dibandingkan dengan dengan melemahnya industri Indonesia. China semakin kompetitif dibandingkan negara-negara lain yang mengimpor ke Indonesia.
Berdasarkan laporan BPS, Kementerian Perdagangan menekankan, impor barang modal dan bahan baku penolong dari China meningkat pesat dengan pertumbuhan rata-rata tahunan masing-masing sebesar 49,8 persen dan 24,6 persen.
Kedua kelompok barang tersebut digunakan oleh industri dalam negeri untuk pasar dalam negeri maupun ekspor. Sementara impor barang konsumsi dari China cenderung turun di bawah 1 miliar dollar AS.
Sudhamek mengakui, strategi bisnis sangat menentukan keberhasilan. ACFTA merupakan perjanjian ASEAN dan China. Kalau minta dibatalkan dengan mengedepankan isu 228 pos tarif, Indonesia harus menyadari sebagai bangsa yang besar yang berada di dalam pergaulan internasional.
Menurut dia, ada produk andalan domestik yang dijaga betul-betul oleh China untuk tidak disaingi oleh negara lain. Produk tersebut adalah adalah baja, automobile, kapal, pengolahan perminyakan, tekstil, lampu, non-ferrous metal, peralatan manufaktur mekanik, perangkat elektronik, serta teknologi informasi dan logistik. Jadi, sia-sia saja menyaingi produk China semacam ini.

China Mengernyitkan Mata, RI Berperan

KOMPAS.com - Tetap menjadi pertanyaan, apakah kekuatan ekonomi akan menjadikan China kekuatan militer malevolent? Pertanyaan serupa muncul dan menjadi fakta ketika Jerman dan Jepang mengalami kebangkitan ekonomi sebelum Perang Dunia II. Paul Wolfowitz, mantan Duta Besar Amerika Serikat di Indonesia, dan mantan Presiden Bank Dunia, pernah menegaskan keyakinannya bahwa China tak akan menjadi jahat.
Secara perlahan muncul nuansa bersahabat dari China. Ke Taiwan, Presiden Hu Jintao mengirimkan putranya. Ini dianggap sebagai simbol persahabatan. Ke Jepang, China memberi panda untuk ditempatkan di sebuah kebun binatang di Tokyo. Ini juga dinyatakan oleh China sebagai simbol persahabatan.
Persahabatan ini penting. Adalah rasa tidak bersahabat yang membuat kawasan Semenanjung Korea tak bisa meningkatkan diri sebagai kawasan kerja sama ekonomi walau kaitan aktivitas ekonomi sudah terjadi dengan sendirinya. Andai kerja sama seperti itu menguat, dilandasi persahabatan, bukan tak mungkin, China, Jepang, dan Korea, menjadi nukleus dari perekonomian global, dengan etos mongoloidnya. Mulai berpikir
Namun, panda itu pun telah mati, tak lama setelah perseteruan Jepang-China mencuat awal September. Perseteruan ini terkait dengan pengejaran dua kapal patroli Jepang terhadap kapal nelayan China, yang memasuki Senkaku (versi Jepang), atau Diaoyu (versi China).
Setelah berjam-jam dikejar, kapal nelayan China bermanuver dan menabrak salah satu kapal patroli China. Selang 40 menit kemudian, kapal nelayan China itu menabrak lagi kapal patroli Jepang yang lain.
Jepang menangkap nakhoda dan 14 nelayan China. Pihak Jepang mengatakan, penangkapan dilakukan karena pelanggaran wilayah. China marah dan menuntut pelepasan nelayan dan nakhoda. Jepang menolak. China makin marah.
Empat warga Jepang ditahan dengan alasan memotret instalasi militer China dan menolak Dubes Jepang di China untuk bertemu dengan empat orang yang ditahan sampai sekarang. Kemudian Jepang melepas 14 nelayan dan nakhoda. China tak merasa cukup, dan meminta kompensasi atas penahanan para nelayan.
Jepang menolak. China kemudian melakukan pemeriksaan ketat atas ekspor-impor China dengan Jepang. Sebelumnya China telah menghentikan ekspor komoditas khusus yang amat diperlukan bagi pengembangan teknologi Jepang. China juga telah menghentikan kontak-kontak diplomatik dan kontak-kontak tingkat menteri.
Menteri Luar Negeri Rusia berujar. ”Selesaikanlah masalah, yang terbatas pada sengketa wilayah berdasarkan hukum internasional.” Artinya, tak usahlah China melebarkan tindakan ke segala lini.
Untunglah pada Selasa (28/9/2010), kedua pihak mulai menunjukkan sikap bersedia rujuk. Mungkin Jepang juga salah, karena menahan terlalu lama nelayan itu. Jepang di bawah PM Naoto Kan juga tak kalah garang dengan mengatakan, ”Tak ada yang perlu dipersoalkan soal Senkaku.”
Ini tampaknya soal gengsi, di antara dua negara yang selama ini saling membenci itu. Ucapan Jepang dengan julukan ”Chin”, bernada merendahkan, tak pernah dilupakan China. Namun, melihat langkah China yang mulai menyerempet terlalu jauh, wajar jika kawasan kini mulai mengernyitkan mata.
”Tetangga China mulai gugup soal sengketa wilayah. Ketakutan akan China, yang bisa menjerat dengan kekuatan ekonominya, mulai tertancap,” kata June Teufel Dreyer, ahli China dari University of Miami, AS.
Mungkin China tidak akan seburuk itu. Namun, catatan telah dipertebal. Indonesia, sebagai negara besar yang diinginkan sebagai mitra oleh AS, China, dan Jepang, bisa berperan. RI adalah pilar di kawasan ASEAN. ”Manfaatkanlah!

Meretas Jiwa "Entrepreneur" TKI Hongkong

image
Sridami (32) duduk di depan komputer di Warung Chandra, Leighton Road, Causeway Bay, di depan Kantor Konsulat Jenderal RI, Hongkong, Sabtu (3/7/2010) pukul 08.00 (atau lebih awal satu jam ketimbang Jakarta). Hari itu dia mendapat jatah libur sehari dari majikannya. Dia mengakses internet untuk berkomunikasi dengan teman-temannya melalui jejaring sosial Facebook.
Dia terbiasa dengan situs jejaring sosial berbahasa China Kanton tersebut. ”Saya 6 tahun bekerja di sini. Jadi sudah tahu bahasa sini,” kata Sridami, tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Lampung.
Sejenak kemudian, wanita berkerudung hitam dengan busana gamis berwarna ungu itu menghentikan aktivitasnya. Dia bercerita soal suka-duka menjadi tenaga kerja di Hongkong.
”Kerja di sini enak. Majikannya baik, saya dapat libur sehari dalam seminggu. Makanya, saya betah kerja di sini,” ujar Sridami.
Pada perpanjangan kontrak selama dua tahun yang keempat kalinya itu, Sridami bersedia meninggalkan Putri Ruslan (6 bulan), anak semata wayangnya, yang saat itu baru berusia dua minggu di Serang, Provinsi Banten, demi meraih mimpinya untuk keluarga. Dia tiba di Hongkong baru dua bulan lalu. Sebelumnya, selama empat bulan dia menghabiskan waktu di penampungan TKI di Tangerang.
Saat ditanya apa mimpinya, Sridami membuka dompetnya dan mengeluarkan sebuah kertas lecek berwarna kusam. ”Inilah mimpi saya,” ucap Sridami sembari menunjukkan denah rumah yang digambar dengan pulpen tinta hitam yang berwarna buram.
Mimpi Sridami tak muluk-muluk. Kelak dia hanya ingin punya rumah dengan delapan kamar. Dia menghitung kebutuhan biaya pembangunan rumah impiannya sebesar Rp 850 juta. Demi mewujudkan impiannya itu, Sridami bertekad tidak akan sering mengambil jatah liburan agar ia mendapat uang lembur sebesar 120 dollar Hongkong atau sekitar Rp 140.000 per hari (1 dollar Hongkong > Rp 1.150 sampai Rp 1.180). Dia pun menyampaikan rencana itu kepada majikannya.
”Tekad saya, setelah punya rumah, saya akan buka usaha salon untuk masa depan Putri. Setelah itu, saya tidak mau balik lagi ke Hongkong,” ujar Sridami berharap.
Mimpi punya rumah sederhana dan usaha sendiri tak hanya milik Sridami. Hampir semua teman-temannya sesama TKI di Hongkong punya harapan sama. Mengubah nasib dan demi kesejahteraan hidup keluarga. Itu pula yang melatarbelakangi tekad mereka mengikuti Penyuluhan dan Pelatihan Kewirausahaan bagi TKI di Hongkong, Minggu (4/7/2010) di Konsulat Jenderal RI (KJRI) Hongkong.
Acara yang baru pertama kali digelar khusus untuk para TKI ini merupakan gagasan dan buah kerja sama Universitas Ciputra Entrepreneurs Center (UCEC) dengan Balai Besar Peningkatan Produktivitas Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (BBPT Kemennakertrans) RI dan KJRI Hongkong.
Menurut Agung Waluyo, Direktur Pendidikan UCEC, niat para TKI mengubah nasibnya terlihat dari minat mereka mengikuti acara yang berlangsung sehari penuh tersebut. Semula target peserta 150 orang. Namun, ternyata peminatnya melonjak drastis menjadi 230 orang.
Selain itu, dari daftar isian biodata peserta pelatihan yang dibagikan dan dikumpulkan sebelum acara dimulai, ternyata lebih dari 90 persen mereka menjawab ingin balik ke Indonesia dan berwirausaha atau menjadi pengusaha.
Melihat kenyataan itu, miris rasanya mengetahui tekad dan harapan mereka tanpa disertai pengetahuan kewirausahaan. Presiden Direktur UCEC Antonius Tanan mengatakan, meraih mimpi menjadi pengusaha skala menengah dan kecil tak sekadar memiliki modal dan tekad, tetapi lebih dibutuhkan suatu pengetahuan kewirausahaan.
”Tanpa terlatih kewirausahaan, risiko kegagalan tinggi sekali untuk mencapai impian tersebut,” kata Antonius dalam acara itu.
Kreatif
Cindy, yang 11 tahun menjadi TKI di Hongkong, mengaku, selama ini dia hanya mengenal kewirausahaan sebatas usaha dan berdagang. TKI asal Madiun itu rela bertahun-tahun meninggalkan kampung halamannya guna menghidupi anak, suami, ayah, ibu, bahkan adik-adiknya. Dia ingin sekali mengubah hidupnya. Akan tetapi, dia sama sekali tidak mengerti secara pasti bagaimana cara membuat konsep dan mengembangkan ide membuka usaha sebagai bekal masa depan.
Dia bersama rekan TKI lainnya mengakui pernah mendapat pelatihan usaha bidang kecantikan, menjahit, dan memasak. Namun, pelatihan yang mereka dapat hanya berupa pengetahuan dasar keterampilan semata. Pengetahuan kewirausahaan yang sesungguhnya hampir tidak ada sehingga membuat mereka merasa takut dan khawatir membuka usaha.
Padahal, dari sisi pendapatan, minimal mereka punya tabungan modal 895 dollar Hongkong atau sekitar Rp 1,02 juta sampai Rp 1,06 juta. Jumlah itu sekitar 25 persen dari upah mereka setiap bulan yang 3.580 dollar Hongkong atau Rp 4,1 juta.
Saat tampil dalam penyuluhan, Antonius memberikan pencerahan kepada para TKI bahwa kewirausahaan bukanlah pedagang. Namun, mereka yang memiliki semangat untuk kreatif, inovatif, berani mengambil risiko, serta mampu mengubah sampah menjadi emas. Bahwa pengetahuan kewirausahaan dan jiwa entrepreneur ini tidak hanya dibutuhkan oleh dunia pendidikan, tetapi juga diperlukan para tenaga kerja sebelum berangkat menjadi TKI.
”Setelah bekerja bertahun-tahun, para TKI tak akan kembali menjadi tenaga kerja lagi. Mereka nantinya menjadi pelaku usaha di negeri sendiri,” ujar Antonius yang juga sebagai penyusun silabus dan mengembangkan entrepreneur dalam pendidikan Indonesia itu.
Antonius meyakini, TKI dapat pergi dan pulang dengan kondisi berbeda atau dapat memperbaiki kehidupan dan masa depan keluarga ke arah yang lebih baik. Apalagi, mereka yang telah bekerja lebih dari lima tahun di Hongkong tentu punya tambahan pengetahuan. Mulai dari penguasaan teknologi, kebiasaan hidup teratur, disiplin, dan semangat tinggi bekerja (seperti ritme kehidupan orang Hongkong), serta menguasai bahasa Inggris dan China Kanton hingga budaya makanan.
”Itu peluang emas yang dapat dikembangkan menjadi bisnis. Bekal yang sudah dimiliki ini tinggal dipoles dengan pengetahuan kewirausahaan sehingga menghasilkan suatu usaha yang lebih kreatif dan inovatif dan tak kalah bersaing dengan usaha serupa lainnya,” kata Antonius.
Selama sehari penuh itu, para TKI antusias mengikuti penyuluhan dan pelatihan yang lebih banyak berlangsung dengan dialog interaktif, bukan monoton teori. Secara bergantian Antonius dan Agung memberikan penyuluhan dan pelatihan bagaimana melirik suatu peluang usaha dan memberikan sentuhan kreativitas dan inovasi atas usaha tersebut.
Para TKI juga mendapat kesempatan tampil untuk merencanakan suatu peluang usaha yang dapat dibangun di kampung halaman masing-masing. Mereka juga berkesempatan mengutarakan bentuk kreativitas dan inovasi untuk digunakan agar usaha yang dibangun tersebut bisa tampil beda sehingga tidak kalah bersaing dengan usaha serupa dari pelaku usaha lainnya.
Mereka pun berlomba-lomba tampil ke depan untuk berbicara peluang usaha yang berpotensi dibangun di daerahnya dan bentuk kreativitas dan inovasi yang tepat untuk usaha tersebut. Ruangan Ramayana di KJRI, tempat acara berlangsung, menjadi penuh sesak karena tidak ada satu TKI pun yang beranjak dari ruangan itu hingga acara selesai pada sore hari. Seusai acara juga masih banyak TKI yang tinggal untuk berdialog lagi dengan Antonius dan Agung.
Theresia Avelia S (38), yang selama 13 tahun menjadi TKI di Hongkong, mengakui, meski hanya sehari, penyuluhan dan pelatihan kewirausahaan itu sangat bermanfaat sebagai bekal pulang ke Indonesia. Apalagi, dia berhasil mengumpulkan modal uang dari sisa upah yang dikirim ke kampung halamannya mencapai angka 10 digit.
”Kini mata saya terbuka. Saya tak perlu ragu-ragu lagi pulang dan menetap ke Indonesia. Juni tahun depan saya tak akan memperpanjang lagi kontrak kerja,” ujar Theresia.
Theresia bertekad, uang hasil jerih payahnya selama ini menjadi modal membuka usaha di kampung halaman saya. ”Kalau tidak ada pencerahan seperti ini, bisa-bisa uang modal ini habis karena salah kelola,” ucap Theresia yang memiliki suami seorang guru dan anak usia 19 tahun di Indonesia.
Proyek percontohan
Kepala BBPT Kemennakertrans RI Nora Ekaliana mengatakan, penyuluhan dan pelatihan kewirausahaan ini merupakan pilot project yang dilaksanakan sejalan dengan rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) Kemennakrtrans 2010-2014. Tujuannya untuk meningkatkan pembangunan sumber daya manusia, termasuk para TKI.
”Ini adalah tindak lanjut dari gagasan Ir Ciputra dengan Mennakretrans untuk menumbuhkembangkan kewirausahaan pada masyarakat guna menanggulangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan TKI dan keluarga. Ini wujud kerja sama kami dengan Yayasan Ciputra Pelatihan Entrepreneurs,” kata Nora.
Antonius mengatakan, setelah Hongkong, penyuluhan dan pelatihan kewirausahaan ini akan terus digulirkan kepada TKI yang berada di negara lain, seperti Singapura dan Taiwan.
Konsul Jenderal RI Hongkong Ferry Adamhar sangat menyambut baik program ini. ”Para TKI bukanlah komoditas, tetapi mereka adalah aset bangsa. Misi dan visi kami sudah sama, yakni agar mereka pergi dan pulang berubah dalam hidup dan kesejahteraan lebih baik. Mereka pulang bukan untuk kembali menjadi tenaga kerja, tetapi menjadi pengusaha dan tidak akan balik lagi ke sini,” kata Ferry.
Tekad TKI Hongkong untuk berubah itulah menjadi kepedulian Ciputra yang dikenal sebagai Bapak Entrepreneur Indonesia. Kepedulian itu terlihat dari pesan singkat melalui saluran telepon seluler yang disampaikan pengusaha sukses yang biasa disapa Pak Ci ini sesaat sebelum rombongan kami yang dipimpin Nora dan Antonius dari Jakarta menuju ke Hongkong.
Isi pesannya, ”Selamat jalan ke Hongkong. Saya berharap, sebagian dari mereka dapat menjadi entrepreneur saat mereka kembali ke Indonesia. Merekalah yang memberi inspirasi dan motivasi utama saya untuk mengembangkan entrepreneur di Indonesia.”
Sumber: Kompas.com

Produk Furnitur China Masih Diminati di Indonesia

image
KOMPAS.com - Meski pasar properti di China belum stabil, nyatanya produk-produk propertinya masih diminati. Seperti di Indonesia, produk properti buatan China diakui mampu menyediakan volume yang besar sehingga memenuhi target penjualan.
Hal ini diakui oleh Meutia Kumala, Merchandise Director Informa Furnishings, dimana produk-produk furnishings yang ada di Informa didominasi 50 persen produk dari China. Sisanya 35 persen dari Eropa, 10 persen dari Thailand, dan sisanya lokal.
Meutia mengatakan, di China pabriknya berjumlah ribuan, tentunya pihaknya memilih pabrik yang benar-benar terbaik. Dari sisi pertumbuhan ekonomi, penduduk di China sendiri mencapai 1,2 Milyar dengan pertumbuhan ekonominya cukup tinggi.
"Sebelum ada keringanan bea masuk, mereka (China) sudah biasa mengkreasikan produk yang luar biasa. Kami tetap mengandalkan Cina karena mereka bisa mengimbangi permintaan kuantitas dari kami. Di Indonesia, untuk volume produk seperti yang kami minta belum ada yang memenuhi," ujarnya.
Meski demikian, Meutia menegaskan kembali bahwa untuk produk-produk Informa, pihaknya tetap memilih yang terbaik. Seperti di gerai ke-29 Informa yang baru saja dibuka di Mal Living World Alam Sutera, home aksesoris yang hadir dalam 20.000 varian dari berbagai produsen ternama dunia.
Informa Living World menyediakan kebutuhan hunian seperti untuk Living, Dining, Bedroom, Kids, Kitchen, Kept Concept di lantai 1. Untuk lantai 2 diisi kebutuhan untuk ruang usaha seperti office, commercial tables and chairs, dan beauty commercial.
"Bulan Mei 2011 kami berencana melengkapi kebutuhan furnishing di lantai 3 dengan produk Lighting, American Classic Furnishing dan Pendopo yang berisi 100 persen Indonesia," paparnya. (Natalia Ririh)

Top Five Reasons to Learn Mandarin Language

Chinese is such as beautiful language. It may sound like to most of us a bunch of “chings,” “wangs” and “wolla’s” but once you get into it, you begin to hear the words and understand the musical language that is Chinese.
China Flag
1. China right now has one of the fastest growing economies in the world and there are so many opportunities. Many of which are untapped and speaking the language can reveal these. There are also many jobs for Mandarin speakers outside of China. This could be in international relations, tourism, and there is a shortage of qualified Chinese language teachers.
2. When you learn Chinese you also learn about their culture and how the Chinese think (possibly a good reason for business men!).
3. As mentioned in one of my
previous posts, Chinese grammar is easy. There are no verbs to remember!
4. Chinese are very proud of their written language, which a lot of people consider an art. Traditional Chinese characters have been simplified over the years. Chinese is the only language where its history has been written in the same language for more than 3,000 years.
Although there are thousands of Chinese characters don’t be put off. There are in fact only around 400 syllables or sounds which you only need to learn in Chinese. These sounds tend to have their own characters and to make new words these characters are combined. So when looking to a new character for the first time you can actually begin to understand it’s meaning.
5. Chinese is an ancient language and has survived through the ages. Over one billion people speak Chinese which is a 5th of the world’s population. According to
Wikipedia 850 million of the speaking Mandarin. That’s a lot of people you can speak to if you speak Chinese.
Any other reasons to learn Chinese? Post them in the comments

Mundur dari ACFTA? Indonesia Rugi


JAKARTA, KOMPAS.com — Indonesia akan merugi jika secara sepihak memutuskan mundur dari Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China. Apabila Indonesia mundur dari kesepakatan itu, produk Indonesia akan semakin tidak kompetitif jika dipasarkan di kawasan ASEAN dan China.
Demikian disampaikan pengamat ekonomi A Prasetyantoko dalam seminar nasional "Peningkatan Daya Saing dan Kesiapan Usaha Kecil dan Menengah Menghadapi ACFTA" yang diselenggarakan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Katolik Atma Jaya, Rabu (17/3/2010) di Jakarta.
Ia menjelaskan, jika Indonesia menolak pelaksanaan Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN- China (ACFTA), ekspor Indonesia akan dikenai tarif standar oleh China, yakni 10-20 persen.
"Pada saat negara-negara ASEAN lainnya bisa memperoleh fasilitas bea masuk 0 persen, Indonesia dikenai tarif standar. Produk kita akan semakin tidak kompetitif," kata Prasetyantoko, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Unika Atma Jaya.
Ia mengakui, ACFTA bisa membuka peluang pasar produk Indonesia ke China. Namun, hal itu harus diiringi dengan penguatan daya saing usaha kecil dan menengah (UKM) Indonesia, terutama untuk tekstil, alas kaki, dan mainan anak. "Banyak titik lemah dari UKM Indonesia," ujarnya.

Yang Tak Bisa Disaingi China


Jika Anda perajin batik, tak perlu takut dengan serbuan batik China setelah perdagangan bebas ASEAN-China (ACFTA) diberlakukan. Pasalnya, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengatakan, batik Indonesia tak akan kalah saing dengan batik China dalam hal variasi coraknya.
Hal tersebut dikatakan Mari dalam acara serah terima sertifikat UNESCO terhadap warisan budaya batik, wayang, dan keris di Kantor Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Jumat (5/2/2010).
"Tekstil kita bisa bersaing karena variasi corak yang lebih beragam. Dia (China) kan menangnya karena massal," ujarnya.
Hal senada dikatakan Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO Arief Rachman dalam acara yang sama. Menurutnya, orisinalitas dan nilai filosofis yang terkandung dalam batik dan pembuatan batik tak dapat disaingi.
"Yang diakui UNESCO, keunggulan humanitasnya itu. Orisinalitas dan nilai filosofisnya sebagai kekuatan untuk masa depan," kata Arief.
Seperti diberitakan, UNESCO telah mengakui batik, keris, dan wayang sebagai warisan budaya Indonesia. Untuk ke depannya, Indonesia akan berusaha menjadikan angklung dan tari Saman sebagai warisan budaya yang diakui UNESCO berikutnya.
Source: kompas.com

Hadapi ACFTA, Indonesia Harus Revitalisasi Industri


Industri-industri lokal di Indonesia harus melakukan revitalisasi industri untuk menghadapi ancaman perjanjian perdagangan bebas ASEAN-China (ACFTA). Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa saat pers briefing di Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta, Jumat (5/2/2010).
Revitalisasi industri dibutuhkan untuk meningkatkan daya saing industri-industri domestik terhadap industri-industri China.
"Revitalisasi industri dibutuhkan untuk meningkatkan daya saing industri-industri domestik terhadap industri-industri China," kata Hatta.
Hatta menambahkan, untuk menghadapi potensi ancaman ACFTA, Indonesia tidak hanya harus membatasi produk-produk luar yang masuk, tetapi juga harus meningkatkan kualitas daya saing. "Salah satu cara yang paling tepat adalah dengan melakukan revitalisasi industri," ujarnya.
Source: kompas.com

Mungkinkah Tunda ACFTA?


Para pelaku usaha dan elite politik serta sebagian komponen masyarakat telah menyuarakan keinginan agar Indonesia menunda keberlakuan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-China. Pemerintah pun memberi janji dengan mengupayakannya. Menjadi pertanyaan, apakah menurut hukum internasional keberlakuan ACFTA mungkin ditunda?
Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-China (ACFTA) dibentuk berdasarkan dua dasar hukum internasional penting. Pertama, Framework Agreement on Comprehensive Economic Co-Operation Between ASEAN and the People's Republic of China (Kerangka Perjanjian).
Kerangka Perjanjian ditandatangani pada 2 November 2002 di Phnom Penh, Kamboja. Kerangka Perjanjian ditandatangani oleh para kepala pemerintahan negara-negara ASEAN dengan kepala Pemerintahan Republik Rakyat China (RRC) ketika itu.
Kedua adalah Agreement on Trade in Goods of the Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between the Association of Southeast Asian Nations and the People's Republic of China (Perjanjian Perdagangan Barang) yang ditandatangani pada 9 November 2004. Perjanjian Perdagangan Barang tidak ditandatangai oleh kepala pemerintahan, melainkan oleh para menteri negara-negara ASEAN dan China yang bertanggung jawab atas perdagangan internasional.
Ketentuan yang menyebutkan ACFTA akan diberlakukan pada tahun 2010 terdapat pada Pasal 8 Ayat (1) Kerangka Perjanjian. Ketentuan tersebut menyebutkan, "Untuk perdagangan barang, negosiasi & hellip; akan dimulai 2003 awal dan diselesaikan pada tanggal 30 Juni 2004 dalam rangka pembentukan ACFTA yang meliputi perdagangan barang pada tahun 2010 untuk Brunei, China, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand, dan pada tahun 2015 untuk negara-negara anggota baru ASEAN".
Selanjutnya, kewajiban negara-negara dalam ACFTA yang tertuang dalam Pasal 2 Perjanjian Perdagangan Barang adalah pemerintah masing-masing negara memberi perlakuan nasional (national treatment) terhadap barang yang berasal dari negara-negara lainnya. Kewajiban lain adalah yang tertuang dalam Pasal 3 Perjanjian Perdagangan Barang. Kewajiban ini berupa pengurangan dan penghapusan tarif atas barang-barang dari negara ASEAN ataupun China.
Tidak gampang
Meskipun penundaan keberlakuan ACFTA dimungkinkan, tetapi akan sulit dilakukan oleh Indonesia. Paling tidak ada tiga alasan. Pertama, Indonesia menandatangani Perjanjian Perdagangan Barang bersama negara-negara ASEAN yang telah tergabung dalam Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN (AFTA). Artinya, Indonesia tidak dalam kapasitas sebagai sebuah negara di ASEAN, tetapi atas dasar bagian dari AFTA.
Oleh karena itu, penundaan, bila diinginkan, harus melalui dua tahapan. Tahap pertama adalah meyakinkan negara-negara ASEAN agar ASEAN mau meminta penundaan kepada China. Tahap kedua adalah ASEAN yang telah satu suara dalam penundaan untuk Indonesia bernegosiasi dengan China agar Perjanjian Perdagangan Barang ditunda keberlakuannya. Proses ini akan sangat sulit dan memakan waktu, padahal keberlakuan dari Perjanjian Perdagangan Barang saat ini sudah berlangsung.
Kedua, penundaan akan masuk dalam klausul amandemen. Keinginan Indonesia untuk menunda jangka waktu ataupun sektor tertentu akan masuk dalam kategori mengamandemen ketentuan Pasal 8 Kerangka Perjanjian. Dalam Kerangka Perjanjian memang diatur apabila ada pihak yang hendak mengamandemen isi dari perjanjian. Ini diatur dalam Pasal 14 yang menyebutkan, "Ketentuan-ketentuan dalam perjanjian ini dapat dimodifikasi melalui amandemen yang disetujui bersama secara tertulis oleh para pihak".
Kesulitan terletak pada kenyataan bahwa amandemen harus dilakukan oleh semua negara ASEAN dengan China meskipun untuk hubungan yang bersifat bilateral. Preseden mengenai hal ini pernah terjadi.
Pada 8 Desember 2006, Kerangka Perjanjian telah diamandemen terkait masalah bilateral antara Vietnam dan China. Amandemen ini tertuang dalam Protokol untuk Amendemen Kerangka Perjanjian mengenai Kerja Sama Ekonomi Komprehensif antara Asosiasi Negara-negara Asia Tenggara dan Republik Rakyat China (Protocol to Amend the Framework Agreement on Comprehensive Economic Co-operation between Association of South East Asian Nations and People's Republic of China). Meskipun yang diatur bersifat bilateral, tetapi perjanjian untuk mengamandemen harus dilakukan oleh semua negara ASEAN dengan China.
Ketiga, apabila Indonesia berkeras untuk tidak memberlakukan Perjanjian Perdagangan Barang, sementara China tidak menyetujuinya, ini bisa berujung pada sengketa. Sengketa terkait dengan Perjanjian Perdagangan Barang telah mendapat pengaturan, yaitu dalam Pasal 21 yang menyebutkan, "Perjanjian tentang Mekanisme Penyelesaian Sengketa antara ASEAN dan China akan berlaku untuk Perjanjian ini".
Mekanisme penyelesaian sengketa telah mendapat pengaturan dalam Perjanjian Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Agreement) yang ditandatangani pada tanggal 29 November 2004 oleh ASEAN dan China. Kendati belum pernah dimanfaatkan, penyelesaian sengketa tentu akan memakan waktu dan energi. Bagi Indonesia, pilihan yang realistis—meski harus dibayar mahal—tampaknya adalah memberlakukan ACFTA sesuai Kerangka Perjanjian dan Perjanjian Perdagangan Barang. Namun, Indonesia harus dapat memanfaatkan ACFTA untuk keuntungannya dan tidak sebaliknya. Indonesia juga harus memanfaatkan ketentuan-ketentuan yang tersedia untuk melindungi industri dalam negerinya.
Hikmahanto Juwana
Guru Besar Hukum Internasional, Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Source: kompas.com

Gawat... ACFTA Picu PHK


Tingkat pemutusan hubungan kerja akibat implementasi perjanjian perdagangan bebas ASEAN dan China berpotensi meningkat. Kondisi ini bisa dielakkan bila pekerja Indonesia meningkatkan produktivitas, kompetensi, dan disiplin demi meningkatkan daya saing.
Demikian benang merah dialog nasional bertajuk Dampak Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China terhadap Sektor Ketenagakerjaan Indonesia yang diselenggarakan Pengurus Daerah Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (Kagama) DKI di Jakarta, Kamis (11/2/2010).
Turut hadir sebagai pembicara Direktur Jenderal ASEAN Kementerian Luar Negeri Djauhari Oratmangun, Ketua Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia yang juga Presiden Direktur Indomobil Gunadi Sindhuwinata, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hasanuddin Rahmat, dan Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM Mudrajad Kuncoro.
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar dalam pidato tertulis yang dibacakan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Myra Maria Hanartani mengungkapkan, beberapa sektor usaha akan terpukul. Di antaranya adalah tekstil. Pangsa pasar domestik industri tekstil nasional terus merosot dari 57 persen tahun 2005 menjadi 23 persen tahun 2008.
Pemerintah juga sedang meninjau ulang beberapa peraturan ketenagakerjaan, antara lain soal pengupahan dan pemakaian tenaga kerja asing untuk mendorong iklim usaha lebih kondusif demi menghindari PHK. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi juga mempromosikan kewirausahaan untuk memperluas kesempatan kerja.
Myra mengatakan, tantangan terbesar saat ini adalah meningkatkan produktivitas pekerja secara mandiri. Pemerintah belum berencana memberi insentif untuk memacu produktivitas. "Tentu apabila produktivitas dan kompetensi pekerja naik, perusahaan itu sendiri yang akan menikmati," ujar Myra.
Kalangan pengusaha sendiri memilih untuk mencoba optimistis. Gunadi mengatakan, Indonesia tak mungkin lagi mundur dari komitmen yang sudah dibuat. Yang bisa dibuat sekarang adalah mencari pos tarif lain yang bisa dibahas ulang.
Menurut Gunadi, perjanjian dagang ini akan berdampak pada industri berteknologi rendah karena Indonesia dan China memiliki teknologi yang hampir mirip. China bisa merajai pasar karena memiliki skala produksi yang besar dengan sistem logistik yang efisien untuk menghasilkan produk berdaya saing tinggi.
Pemerintah sendiri harus berupaya sekuat tenaga untuk fokus menarik investasi dari China ke Indonesia. Hanya dengan demikian ancaman PHK bisa dieliminasi.
Arus investasi langsung dari China diyakini akan tetap naik. Djauhari mengungkapkan, perdagangan bebas mampu meningkatkan investasi langsung China ke Indonesia dari 11,8 juta dollar AS tahun 2005 menjadi 173,9 juta dollar AS tahun 2008. Indonesia tidak mungkin menarik diri dari perkembangan pasar global. Saat ini, pemerintah akan berunding lagi untuk meminta pengunduran waktu implementasi beberapa pos tarif demi melindungi industri dalam negeri.
Hasanuddin menegaskan, stabilitas politik, kesiapan infrastruktur, dan dukungan Pemerintah China terhadap investor memberikan kenyamanan investasi luar biasa. Indonesia harus memberikan hal serupa jika ingin menarik investor.
Source: kompas.com

Renegosiasi ACFTA, Menperdag Lakukan Hubungan Bilateral dengan China



Renegosiasi 228 pos tarif dalam penerapan kebijakan perjanjian perdagangan bebas atau ASEAN-China Free Trade Agreement mulai mengalami perkembangan.
Menurut Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu selaku negosiator renegosiasi kebijakan ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) telah melakukan komunikasi bilateral dengan China. 
"Sebenarnya Menperdag sudah melakukan pembicaraan bilateral dengan China juga dengan berbagai pihak-pihak," kata Hatta saat ditemui di kantornya, Jakarta, Selasa (19/1/2010). 
Hatta mengatakan, Menperdag telah menyampaikan permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh Indonesia, tetapi belum disampaikan secara detail. Pihak China juga telah mengirimkan surat kepada Sekjen ASEAN mengenai renegosiasi ini. 
"Beliau kan sudah sampaikan, tapi belum secara detail apa-apanya. China kan sudah kirim surat ke Sekjen ASEAN. Pembicaraan baru dimulai. Hasilnya kita tunggu," tuturnya. 
Diketahui, sejak 31 Desember 2009, Menperdag telah berupaya melakukan renegosiasi ACFTA. Saat itu, Menperdag melayangkan surat kepada Sekjen ASEAN Surin Pitsuwan mengenai permasalahan yang dihadapi Indonesia.

 
Sumber: kompas.com

FTA China-ASEAN, Siapa Rajin Garap PR


Dalam satu kelas, biasanya ada murid yang mengerjakan tugas dengan baik dan ada pula yang setengah-setengah, atau bahkan tidak mengerjakan pekerjaan rumah sama sekali. Konteks ini tidak hanya berlaku di kelas sempit, tetapi juga dalam konteks "ruang kelas" yang lebih besar.
Mulai 1 Januari 2010, kawasan perdagangan bebas antara China dan ASEAN (free trade area/FTA) mulai berlaku. FTA akan melibatkan enam negara ASEAN, yaitu Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Pada tahap kedua tahun 2015, FTA melibatkan anggota lain, yaitu Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam.
Dengan adanya FTA tersebut, 90 persen produk China dan ASEAN akan menikmati tarif nol persen. FTA China dan ASEAN merupakan FTA terbesar yang pernah ada. Total populasi yang dilingkupi FTA tersebut mencapai 1,9 miliar orang. China telah menjadi mitra dagang ketiga terbesar ASEAN dengan total nilai perdagangan sebesar 230 miliar dollar AS pada tahun 2008.
Tidak ada yang meragukan kemampuan ekonomi China. Negara yang memiliki sejarah lebih dari 2000 tahun itu baru membuka diri terhadap ekonomi pro pasar 30 tahun lalu. China baru bergabung dengan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada tahun 2001. China telah menandatangani FTA dengan Chile (2005), Pakistan (2006), Selandia Baru (2008), dan Peru (2009). Dalam waktu yang terhitung singkat itu juga terlihat banyak sekali perubahan dan perbaikan terutama perdagangan. Pada akhir tahun 2009, mereka telah mengalahkan Jerman sebagai negara pengekspor terbesar di dunia.
Tentu semuanya itu tidak didapatkan tanpa kerja keras. Uni Eropa dan AS berkali-kali mengeluhkan praktik dagang China yang memang terkadang tidak sesuai aturan perdagangan dalam kerangka WTO, seperti insentif industri yang terkadang merupakan subsidi terselubung.
Banyak insentif
China memang mati-matian menggenjot ekspornya yang menempati porsi lebih dari 30 persen dari pertumbuhan ekonominya. Selain alasan ekonomi standar, versi pejabat, seperti meningkatkan ekspor China, memastikan akses ke pasar dan bahan mentah, dan mengundang investor asing; motivasi utama aktivitas perdagangan China tampaknya soal strategis. Di kawasan Asia Tenggara, FTA China dengan ASEAN didorong oleh alasan politis untuk menanggapi kompetisi regional di perekonomian global, memperkuat hubungan ekonomi dengan ASEAN dan mengurangi kekhawatiran mereka tentang China.
Untuk mendukung ekspor, dalam masa paceklik tahun 2009 saja China sudah tujuh kali mengurangi pajak ekspor. Kinerja ekspor China melorot karena pelemahan ekonomi global. Potongan pajak ekspor itu memengaruhi 3.770 barang ekspor, atau 27,9 persen dari semua produk dari China.
Hingga saat ini, banyak pihak yang kesulitan mengatakan apakah pemotongan pajak ekspor melanggar peraturan perdagangan dalam kerangka WTO atau tidak karena memang tidak diatur dengan jelas.
Selain itu, pemerintah juga memangkas biaya premi untuk meningkatkan cakupan kredit ekspor. Pemerintah juga memperkenalkan penyelesaian transaksi dalam mata uang yuan sebagai proyek percontohan untuk menolong eksportir dalam menghadapi risiko fluktuasi kurs. Sudah lama juga mitra dagang China mengeluhkan patokan kurs yuan terutama terhadap dollar AS. Kurs yuan yang rendah menyebabkan barang-barang ekspor China menjadi lebih murah. Dana Moneter Internasional (IMF) pun ikut menekan China agar lebih fleksibel dalam menentukan kursnya sesuai dengan keadaan di pasar.
Soal produktivitas, China juga ternyata memang lebih besar dibandingkan dengan di negara lain. Menurut data terakhir, output pekerja di AS per jam kerja naik sebesar 4,3 persen tahun lalu. Hal itu disebabkan karena banyaknya PHK, sedangkan di China produktivitas tenaga kerja naik 7-8 persen. Kenaikan produktivitas China sebagian besar disebabkan aliran investasi besar-besaran. Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) mengatakan, kenaikan produktivitas buruh di China dipengaruhi oleh ekspansi masif perusahaan swasta, peralihan pekerjaan dari sektor pertanian menjadi pekerjaan yang lebih produktif pada sektor industri. Menurut Goldman Sachs, rata-rata pengembalian modal fisik (return on physical capital) China lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata dunia. Satu dekade lalu, angka itu masih jauh di bawah rata-rata dunia.
Upah minimal buruh di China juga tidak terlalu berbeda jauh dengan upah di Indonesia. Di China, upah buruh juga ditentukan menurut kawasan. Pertengahan tahun ini, upah minimal di kawasan industri Shenzhen naik 20 persen menjadi 1.000 yuan atau setara dengan Rp 1,4 juta per bulan. Shenzhen merupakan wilayah dengan UMR tertinggi di China. Sementara upah di kawasan pinggiran Shenzhen naik 20 persen dari 750 yuan atau Rp 1.050.000 menjadi 900 yuan atau Rp 1,26 juta.
Dukungan terhadap industri juga didapatkan dari kalangan perbankan. Tingkat suku bunga utama di China tahun 2009 tetap 5,31 persen. Bank sentral China berjanji akan melaksanakan pengenduran kebijakan moneter untuk mendukung perekonomian. Perbankan juga diminta tetap mengucurkan kredit kepada industri. Tahun 2008, China melaksanakan kebijakan moneter ketat dan kuota untuk mengontrol pinjaman dan ini dianggap menjadi penyebab penurunan perekonomian China pada kuartal keempat 2008.
Dari data-data di atas, jelas terlihat siapa sebenarnya yang mengerjakan tugas-tugas dengan baik dan siapa yang tidak.
Sumber : Kompas.Com

Menko Kesra Khawatir AFTA Ganggu Perdagangan Domestik


Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono di Makassar, Sabtu (2/1/2010), menyatakan kekhawatirannya terhadap pemberlakuan perdagangan bebas ASEAN-China (ASEAN FTA-China). Sebab, kemungkinan itu akan mengganggu perdagangan domestik.
"Mudah-mudahan perdagangan domestik yang kuat tidak terganggu dengan AFTA, saya harap bisa ditunda karena bisa mengancam juga, mudah-mudahan bisa bertahap," ujarnya.
Seperti diberitakan, ASEAN FTA-China akan diberlakukan sejak 1 Januari 2010. Dengan demikian, semua produk China bebas masuk ke pasar ASEAN. Sejumlah kekhawatiran sudah disampaikan para produsen tekstil dan produk tekstil yang kemungkinan besar tidak mampu bersaing dengan produk China yang harganya murah.
Pada 2010, pihaknya diminta untuk melakukan koordinasi dengan seluruh departemen untuk melakukan pengendalian dan pengawasan pada program penurunan tingkat kemiskinan.  "Pada 2009, tingkat kemiskinan nasional 14,5 persen, ditargetkan dalam lima tahun penurunan tingkat kemiskinan bisa ditekan hingga delapan atau 10 persen sesuai standar Milenium Development Goal Strategy (MDGS)," ujarnya.
Pihaknya mengapresiasi Pemerintah Sulsel yang dapat menekan angka kemiskinan jauh lebih rendah dari angka nasional. Menteri  berharap, daerah juga mampu melakukan koordinasi dengan seluruh pihak untuk mengurangi dan jika memungkinkan menghilangkan kemiskinan.
Pengentasan kemiskinan merupakan kesepakatan global dari 190 kepala pemerintahan yang menyepakati bahwa era pembangunan milenium angka kemiskinan pengangguran dan kelaparan di dunia dapat ditekan hingga 7,5 persen.
Fokus program kesejahteraan rakyat lainnya adalah peningkatan sumber daya manusia dan menghadapi penanggulangan bencana dan penyakit.
Sumber : Kompas.Com